Langsung ke konten utama

Benarkah Suara Perempuan Itu Aurat? Begini Pandangan Para Ulama

Al Huda banjar. – Terdapat beberapa artikel mengenai hukum mendengarkan suara perempuan dan hukum memperdengarkannya pada laki-laki yang bukan mahramnya bertebaran di internet. Di antara atikel-artikel tersebut ada dilengkapi dengan berbagai ancaman azab yang diklaim ketentuan syari’at Islam.
Tanpa merincinya lebih dalam atau merinci namun sekedarnya saja, para penulis artikel tersebut mengeneralisir hukum mendengarkan suara perempuan atau memperdengarnya kepada laki-laki yang bukan mahramnya sebagai fitnah dan aib. Dengan demikian, perempuan diperingatkan untuk tidak memperdengarkannya kepada mereka karena hal tersebut.
Entah karena berkeyakinan demikian atau karena faktor lain, penulis pernah mendapati perempuan yang berusaha menutupi mulutnya dengan tangan tatkala berbincang dengan penulis, namun ia tidak menjelaskan mengenai tindakannya itu. Dalam hal ini penulis berpikir, jika tindakannya disebabkan karena faktor lain (bukan karena aib dan fitnah) kiranya dapat penulis pahami.
Namun bagaimana jika berpikir bahwa suaranya adalah aurat yang terhitung aib dan menimbulkan fitnah bagi laki-laki yang bukan mahramnya?
Hal ini telah dipaparkan oleh banyak salaf salih dalam kitabnya masing-masing. Di antaranya adalah Imam Nawawi dalam kitab al-Majmuu’ Syarh Muhadzdzab juz 3 halaman 390, yaitu sebagai berikut:
صَوْتُ الْمَرْأَةِ عَوْرَةٌ فِيهِ وَجْهَانِ (الْأَصَحُّ) أَنَّهُ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ قَالَ فَإِنْ قُلْنَا عَوْرَةٌ فَرَفَعَتْ صَوْتَهَا فِي الصَّلَاةِ بَطَلَتْ صَلَاتُهَا
Artinya: Ada 2 pendapat mengenai auratnya suara perempuan, adapun pendapat paling sahih yaitu suara perempuan bukanlah aurat. Apabila kami menyebutkan bahwa suara perempuan merupakan aurat, ketika ia meninggikan suaranya pada saat shalat maka batallah shalatnya.
Pembahasan mengenai suara perempuan dalam kitab al-Majmuu’ tersebut sangat ringkas namun padat makna. Darinya dapat ditarik kesimpulan bahwa suara perempuan bukanlah aurat, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Baik di depan perempuan lain, mahramnya atau bahkan laki-laki lain yang bukan mahramnya.
Namun ulama menganggap baik terhadap perempuan yang memelankan suaranya ketika ia shalat sedang laki-laki ajnabiy (non mahram) berada di dekatnya.
Keterangan mengenai suara perempuan berikutnya terdapat di dalam kitab Hasyiyah I’aanah al-Thaalibiin juz 3 halaman 302, yaitu sebagai berikut:
(قوله: وليس من العورة الصوت) أي صوت المرأة، ومثله صوت الأمرد فيحل سماعه ما لم تخش فتنة أو يلتذ به وإلا حرم
Artinya: Ungkapan “suara bukanlah bagian dari aurat” maksudnya adalah suara perempuan. Mendengar suaranya adalah kebolehan selama tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah dan menimbulkan syahwat. Apabila suaranya menimbulkan fitnah dan syahwat, maka hukum mendengarnya adalah haram.
Dari paparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa mendengar suara perempuan baik disengaja maupun tidak disengaja hukumnya adalah boleh selama tidak menimbulkan fitnah dan syahwat. Adapun jika menimbulkan fitnah dan syahwat, maka hukumnya haram. Hal senada juga diungkapkan dalam kitab al-Bujairimi.
Selanjutnya berasal dari kitab Ihyaau ‘Uluumiddiin karya Imam Abu Hamid al-Ghazali juz 2 halaman 281, yaitu sebagai berikut:
وصوت المرأة في غير الغناء ليس بعورة فلم تزل النساء في زمن الصحابة رضي الله عنهم يكلمن الرجال في السلام والاستفتاء والسؤال والمشاورة وغير ذلك
Artinya: Suara perempuan selain nyanyian yang menggairahkan (menimbulkan syahwat) bukan merupakan aurat. Para perempuan di zaman sahabat dahulu senantiasa berbicara terhadap laki-laki pada saat mengucapkan salam, meminta fatwa, bertanya, bermusyawarah dan lain sebagainya.
Bahkan seperti halnya yang telah diketahui bersama bahwa Ibunda Aisyah istri Nabi sangat banyak meriwayatkan hadis dari Nabi dan disampaikan kepada sahabat lainnya yang sebagian besar terdiri dari laki-laki. Ini merupakan bukti kuat bahwa suara wanita bukanlah merupakan aurat.
Dari ketiga sumber yang penulis suguhkan, semuanya sepakat bahwa suara perempuan bukanlah bagian dari aurat dengan ketentuan suara tersebut tidak menimbulkan fitnah dan syahwat. Dalam hal ini, menggunakanya untuk perkara mubah tidak masalah. Apalagi digunakan untuk perkara yang sunnah bahkan wajib, tentu menjadi catatan amal sendiri bagi yang bersangkutan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menuntut ilmu lebih baik dari pada ibadah sunnah

MENUNTUT ILMU LEBIH BAIK DARIPADA IBADAH-IBADAH SUNNAH       Telah banyak kita ketahui keutamaan-keutamaan menuntut ilmu. Baik keutamaan ilmu itu sendiri, atau keutamaan orang yang berilmu. Juga celaan dan ancaman bagi orang yang tidak berilmu kemudian menjauh dari ilmu. Kemudian, diantara benuk keutamaan ilmu dan agungnya ilmu adalah “Menuntut ilmu lebih baik daripada ibadah-ibadah sunnah.” Ibnu Nuaim dan Ulama–ulma yang lainnya menyebutkan dari beberapa shabat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bahw beliau berabda, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, فضل العلم أفضل من فضل العبادة وخير دينكم الورع “Keutamaan ilmu itu jauh lebih baik di bandingka dengan amal amalan yang hukumnya sunnah, dan agama kalian yang paling baik adalah al wara’ (menjauhi syubhat dan maksiat). (HR. Abu Nuaim di dalam kitabnya Hilyatul aulia’) Dan di dalam riwayat yang lain di sebutkan, bahwa keutamaan menuntut ilmu itu tidak hanya melebihi keutamaan ibadah ibadah sunnah saja,...
HUKUM NIAT PUASA RAMADHAN SEBULAN PENUH SEKALIGUS. PP Al Huda Banjar.  Sebentar lagi puasa romadhon, Boleh tidak niatnya disekaligusin sebulan, seperti.... "Nawaitu shouma syahri romadlon kullihi" atas jawaban'ya saya ucapkan terma kasih... Niat puasa sebulan penuh pada malam awal puasa romadlon hukumya di sunahkan. Sedangkan hukum niat untuk puasa hari2 setelah hari pertama ulama berbeda pendapat (khilaf): 1.menurut madzhab syafi'iyah niat puasa untuk sebulan penuh tersebut cukup untuk puasa satu hari yang pertama,sehingga stiap hari puasa romadlonya wajib di niati,jika tidak di niati maka tidak sah puasanya sbulan tersebut kecuali puasa romadlon hari pertamanya. 2.sedangkan menurut imam malik niat puasa romadlon untuk sebulan penuh sdah mencukupi,sehingga untuk hari2 berikutnya tidak wajib niat kembali.yang artinya jika tidak niatpun sdah sah karena niatya sdah sebulan penuh pada malam hari pertama awal puasa romadlon trsebut. [ hasyiya qulyubi wa 'um...

Berwudhu pakai air yang dipanaskan

*Berwudhu Dengan Air yang Dipanaskan* Al Huda Banjar.  Di dunia situasi tiap daerah berbeda beda, ada yang super panas, panas, sedang, dingin hingga sangat dingin.begitu juga kondisi fisik setiap orang, ada yang sehat atau sakit, dan kesemuanya berkewajiban bersuci untuk melaksanakan ibadah wajib. Singkatnya kemarin malam ada pertanyaan menggelitik, bolehkah berwudhu atau bersuci pakai air hangat atau air yang dihangatkan? Al faqir berusaha mencari sumber rujukan keterangan hingga ketemu seperti yang tertulis dibawah, kurang lebihnya mohon maaf  Imam Syafi’i yang tertera dalam kitab Al-Hawi yang ditulis oleh Al-Mawardi. Menurutnya, setiap air dari laut baik tawar atau asin, dari sumur atau langit (air hujan), atau air yang dingin atau salju, yang dipanaskan atau tidak adalah sama dan boleh untuk bersuci. قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : وَكُلُّ مَاءٍ مِنْ بَحْرٍ عَذْبٍ أَوْ مَالِحٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ سَمَاءٍ أَوْ بَرَدٍ أَوْ ثَلْجٍ مُسَخَّنٍ وَغَيْرِ مُسَخَّنٍ فَسَوَاءٌ ، ...

Haidl & Iqro'

Haid & Iqro' Saat Haid Memegang dan Mengajar IQRO' & QIRAATI PERTANYAAN : Salim Ridho Assalamu'alaikum. . Pertanyaan titipan. . .Saat tidak suci bolehkah kita membaca Iqro, Qiraati, An-Nahdhiyi atau memegangnya. .? Makasih. . JAWABAN  : Masaji Antoro Wa'alaikumsalam. •Hukum membawa buku buku TPA seperti IQRO’, QIRAATI, DIROSATI, TARTILI, An-NAHDHIYI dan sejenisnya bagi wanita yang sedang haidl diperbolehkan (Tidak Haram) .Dikarenakan penyusunan dari buku-buku tersebut untuk belajar/mengajar Al Qurán. ( والرابع مس المصحف ) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين ( وحمله ) إلا إذا خافت عليه ( قوله وهو ) أى المصحف وقوله اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين أى بين دفتى المصحف وهذا التفسير ليس مرادا هنا وإنما المراد به هنا كل ما كتب عليه قرآن لدراسته ولو عمودا أو لوحا أو نحوهما الى أن قال .... والعبرة بقصد الكاتب إن كان يكتب لنفسه وإلا فقصد الآمر أو المستأجر [ Yang ke-empat Memegang Mushaf ] Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lamp...

MEMBACA QUR`AN DI KUBURAN

MEMBACA QUR`AN DI KUBURAN Al Huda banjar. Sering kali kita mendengar penceramah membahas soal hukum membaca Al-quran di makam " kubur ", maka pembahasan ini akan mengupas dasar penetapan membaca al-Qur'an atau khusunya surat Yasin dan tahlil di kuburan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh warga Nahdhiyyin saat berziarah atau nyekar di makam orang tua atau saudara. Dalam satu haditsnya, Rasulallah bersabda: مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلَّ جُمْعَةٍ فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا أَوْ عِنْدَهُ يَس غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ “Barangsiapa berziarah ke kuburan kedua orang tuanya setiap Jum’at lalu membacakan di sisinya Surat Yasin, niscaya akan diampuni sebanyak jumlah ayat dan huruf yang dibaca.” Hadits riwayat Ibnu ‘Adi dari Abu Bakar ini masih diperselisihkan para pakar ahli hadits. Al-Hafizh Ibnul Jauzi menilainya maudhu’, sementara ulama lain mengatakan hanya dha‘if[1] seperti al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain. Berangkat dari pendapat yang terakh...
Bergembira Menyambut Ramadhan, Salah Satu Wujud Keimanan PP Al Huda Banjar  Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira dengan akan datangnya bulan Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan. Hendaknya seorang muslim khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Ia merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim harus bergembira. Allah berfirman, ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”  (QS. Yunus [10]: 58). Lihat ...

Baca al ikhlas, Falah & an-nas selepas jumatan

Hukum Baca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas 7 Kali Setelah Jumatan Assalamu’alaikum wr. wb Mohon maaf sebelumnya, langsung saja, saya mau menanyakan tentang hukum membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas setelah shalat Jumat sampai tujuh kali dan apa fadhilahnya? Mohon penjelasannya sesegera mungkin. Terima kasih.  Wassalamu ’alaikum wr. wb . (Taufik/Makassar) Jawaban Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Hari Jumat merupakan  sayyidul ayyam  (penghulu hari), hari di mana kaum muslimin yang berkumpul bersama di masjid untuk menjalankan shalat Jumat. Karena itu hari Jumat merupakan salah satu hari raya umat Islam. Pada hari itu kita dianjurkan untuk memperbanyak pelbagai kebajikan seperti sedekah dan lain-lain. Sedangkan mengenai hukum membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas setelah imam salam sebanyak tujuh kali menurut para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i adalah sunah. Kesunahan ini didasarkan pada sabda Ras...